top of page
Writer's pictureSocial Connect

Kendalikan Stres Remaja dengan Coping Mechanism

Halo, Socconians!

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi pada lingkungan sekitar. Interaksi ini dapat memengaruhi lingkungan maupun sebaliknya. Salah satu hal yang mempengaruhi manusia adalah stres. Lalu sebenarnya, stres itu apa, sih?



Stres sering diasosiasikan sebagai tekanan yang bersifat negatif (distress) dan membahayakan manusia. Sebenarnya, stres adalah tekanan yang kita alami, baik akibat pengaruh eksternal maupun internal. Stres bisa memberi efek baik (eustress) pada kita, selama tidak berlebihan dan tidak dalam jangka panjang. Socconians, riset menunjukkan bahwa stres tingkat sedang membuat kita dapat mengembangkan pola pikir dan membantu kita beradaptasi pada lingkungan sekitar yang dinamis. Sayangnya, stres yang berlebihan dan berkepanjangan justru dapat meningkatkan risiko gangguan mental.


Stres dapat dialami oleh siapa pun, termasuk remaja. Remaja adalah individu yang berada dalam tahap pubertas. Tahap remaja krusial karena pada saat itu terjadi perubahan pada bentuk fisik hingga hormon, dan membuat remaja cukup rentan mengalami stres. Dalam kehidupan sehari-hari, remaja dapat mengalami stres yang dapat diakibatkan oleh kehidupan akademik, kurang tidur, hingga melewatkan waktu makan. Dikutip dari Beritasatu hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan yang melibatkan 10.300 responden, sebanyak 650 remaja SMP dan SMA memiliki tendensi bunuh diri yang diduga berkaitan dengan krisis komunikasi dengan keluarga.


Ketika sedang tertekan, Socconians pasti akan mencari cara untuk meringankan beban tersebut. Aktivitas melepas stres ini disebut coping mechanism dan pemicu atau faktor yang membuat seseorang mengalami stres adalah stresor. Coping mechanism adalah kegiatan mengenali dan membuat strategi untuk melepas stresor yang sedang dialami. Tiap individu memiliki cara tersendiri, tetapi cara ini dapat dibagi menjadi tiga kategori besar: emotion-focused behaviour, problem-focused behaviour, dan avoidant coping.


Emotion-focused behaviour adalah coping mechanism manusia dengan mengatur dan membentuk emosi yang dibutuhkan untuk menghadapi stres yang sedang dialami. Problem-focused behaviour berkonsentrasi pada masalah atau stres yang sedang dialami dan bagaimana bersikap untuk mengubah keadaan yang membuatnya tertekan. Terakhir, avoidant coping, adalah coping mechanism dengan cara menjauhi, menolak, dan mengabaikan stres yang mereka alami.


Mengapa penting untuk mempelajari dan memahami coping mechanism pada masa remaja? Hal ini karena selain masa remaja adalah waktu yang krusial dalam perkembangan hidup manusia, perkembangan mental dan bagaimana manajemen stres manusia dalam hidupnya dibentuk pada masa remaja ini.[7] Coping mechanism selama remaja akan mempengaruhi pembentukan kepribadian dan siapa dirinya di masa dewasa.


Riset menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan bentuk emotion-focused dan avoidant coping mechanism lebih rentan terkena depresi dan pikiran untuk membahayakan dirinya. Remaja dan orang dewasa akan mendapatkan efek positif jika menggunakan problem-focused behaviour, seperti aktif melakukan kegiatan dan strategi coping; mencari pertolongan (mengobrol dengan orang yang dipercaya); dan merencanakan cara mengubah situasi yang ada.[8] Namun, tidak berarti bahwa emotion-focused (contohnya pendekatan emosi melalui agama) dan avoidant coping mechanism (contohnya menghindari masalah dengan efek destruksi) secara pasti membawa dampak buruk. Bahkan, seseorang dapat melakukan coping mechanism gabungan dalam menghadapi suatu masalah.


Sebaliknya, dengan menyerah terhadap situasi dan membiarkan stres terus menekan kita, justru akan memperparah risiko terkena depresi dan pikiran menyakiti diri sendiri. Riset juga menunjukkan, remaja yang memiliki kecenderungan melukai diri sendiri menggunakan sikap penolakan (denial) dalam coping mechanism-nya.


Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh Socconians untuk berhadapan dan mengendalikan stres yang dialami ialah dengan mencari pertolongan, mengkritisi diri sendiri, melakukan kegiatan fisik yang positif, dan memahami apa yang terjadi serta membuat strategi untuk menyelesaikan masalah yang dialami agar tidak menekan Socconians lebih lama lagi.


Ditulis oleh Reftika dan direvisi oleh Andy.

Diedit oleh Zimi, Alif Pradhana, Agnes, dan Furqonnudin Zulkaisi.

Di-review oleh Emha Nelwan Lawani D. L., S.Psi dan Rezka Mardhiyana, S.Psi.


Sumber Tulisan

  1. Bethune, Sophie. (2014). “American Psychological Association Survey Shows Teens Stress Rivals that of Adults”. Diakses pada 5 Maret 2019 dari American Psychological Association.

  2. Horwitz, Adam G., dkk. (2011). “Specific Coping Behaviors in Relation to Adolescent Depression and Suicidal Ideation”. Journal of Adolescence.

  3. Manafe, Dina. (2016). “Survei: 650 Remaja SMP-SMA Punya Keinginan Bunuh Diri”. Diakses pada 5 Maret 2019 dari Berita Satu.

  4. Orzechowska, Agata, dkk. (2013). “Depression and Ways of Coping with Stress: A Preliminary Study”. Medical Science Monitor.

  5. Uehara, Toru, dkk. (1999). “Relationship between Stress Copinand Personality in Patients with Major Depressive Disorder”. Psychother and Psychosomatics.

1,436 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


bottom of page