Hai, Socconians!
Disleksia kerap kali mendapat stigma negatif di mata masyarakat awam. Kondisi tersebut kerap menimbulkan persepsi berbeda dari yang sebagaimana mestinya. Hal ini kadang menyebabkan orang yang memiliki disleksia merasa terkucilkan, sehingga tak jarang dapat memperburuk kondisi yang sedang dialaminya. Oleh karena itu, diperlukan media yang lebih friendly tetapi tetap informatif bagi masyarakat untuk memahami disleksia.
Salah satu media yang dapat kita gunakan untuk mengenali disleksia serta hal-hal yang berhubungan dengannya adalah film. Bagi beberapa orang, menonton film apalagi yang bergenre dokumenter, dapat memudahkan mereka dalam mencerna informasi daripada harus membaca buku atau sumber-sumber tulisan lainnya. Bahkan, bukan hanya bagi masyarakat awam, media film juga dapat memudahkan orang-orang dengan disleksia untuk mengerti kondisinya lebih dalam.
Media film sejatinya bukan sekadar teknologi, tapi juga merupakan pesan-pesan. Penderita disleksia dapat diajak menonton film tentang disleksia, sehingga mereka juga dapat menggunakan informasi yang terdapat di dalam film tersebut untuk mengatasi hambatan yang sedang dialaminya. Nah, berikut adalah referensi film-film yang mendokumentasikan dengan baik kondisi orang dengan disleksia, baik yang berdasarkan kisah nyata maupun fiksi. Yuk, kita simak, Socconians!
Taare Zameen Par
Film Bollywood ini mungkin akan sering kamu temukan di mesin pencarian ketika mencari film yang dapat menceritakan kehidupan seorang anak dengan disleksia. Film ini bercerita tentang seorang anak bernama Ishaan yang mengalami kondisi disleksia. Pada awalnya, keluarga dan guru-guru Ishaan tidak menyadari kondisi ini. Mereka tidak memberikan perlakuan khusus kepada Ishaan yang mengalami kesulitan membaca dan mengolah informasi.
Tragisnya, orang tua Ishaan hanya menganggap Ishaan adalah seorang anak yang “nakal” dan malas belajar. Kondisi tersebut berubah ketika orang tua Ishaan membawanya ke sebuah sekolah berasrama. Di sana, seorang guru mata pelajaran seni, yang diperankan oleh Aamir Khan, menemukan kondisi spesial Ishaan. Ia pun memberikan treatment khusus pada Ishaan untuk fokus mengembangkan kemampuan seninya.
Akhirnya, Ishaan dapat mengatasi kesulitan belajarnya dan juga mampu berprestasi di bidang seni terutama seni lukis. Meskipun karakter di dalam film ini merupakan karakter fiksi, namun pengalaman yang dirasakan Ishaan adalah kumpulan cerita nyata dari para anak penyandang disleksia. Selain terkenal, film ini juga mendapatkan rating tinggi pada situs IMDB. Di antara banyak film tentang disleksia, situs IMDB memberikan peringkat tertinggi untuk film ini, dengan rating 8.4 dari total skor 10.
Dislecksia: The Movie
Film yang satu ini juga tak kalah informatif. Perbedaannya, film ini dibalut dengan kehidupan anak-anak di usia sekolah dasar. Sutradara film ini, Harvey Hubbell, menyuguhkan cerita disleksia dengan perspektif yang beda. Alih-alih menganggapnya sebagai ketidakmampuan dalam belajar, Hubbell menceritakan disleksia sebagai kemampuan belajar yang berbeda. Dengan begitu, film ini mampu menyediakan cerita yang berbeda dan dapat mengubah stigma negatif masyarakat akan kondisi disleksia.
Harvey Hubbell sendiri merupakan pengidap disleksia di masa kecilnya. Pada sekitar tahun 1960-an sampai 1970-an, Hubbell merasakan frustasi karena disleksia yang diidapnya serta hampir tidak ada orang di sekitarnya yang paham akan kondisi yang dialaminya. Hubbell menerangkan, tujuannya membuat film ini adalah untuk mengubah stigma negatif yang ada di masyarakat tentang disleksia.
Dia mengolah film ini dari penelitian dan wawancara langsung dengan para pengidap disleksia yang berasal dari tokoh-tokoh sukses di Amerika seperti sang pengacara David Boies, sang penulis skenario televisi Stephen J. Cannell, dan sang aktor Billy Bob Thornton. Ia juga ingin menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami disleksia juga dapat meraih kesuksesan.
The Secret
Tidak seperti kedua film sebelumnya, film ini menceritakan upaya seorang pengidap disleksia bertahan hidup dengan menyembunyikan keadaannya. Film yang berformat film televisi ini menyuguhkan cerita Mike, seseorang dengan disleksia yang hampir seluruh hidupnya ia habiskan untuk menyembunyikan disleksianya. Hanya beberapa orang terdekatnya seperti sahabat dan istrinya yang mengetahui keadaan Mike.
Tidak lama berselang, Mike yang diperankan oleh Kirk Douglas maju ke dalam sebuah kampanye politik. Di kesempatan ini lah Mike merasa tidak mungkin lagi menyembunyikan keadaannya. Dia sudah kehabisan cara untuk menyembunyikan fakta bahwa ia mengalami kesulitan dalam menulis dan membaca. Sehingga, jalan yang ia tempuh adalah dengan melawan rasa malunya dan mencari treatment khusus untuk penyandang disleksia. Ia melakukan itu semua dengan harapan dapat memenangkan kontestasi politik dan untuk masa depannya yang lebih baik.
Wonderful Life
Nah, film yang satu ini datang dari dunia perfilman tanah air. Berjudul “Wonderful Life”, film ini diangkat dari sebuah buku yang mengisahkan Amalia Prabowo dan putranya, Aqil, yang mengalami disleksia di umurnya yang masih 10 tahun. Film ini mengisahkan kehidupan Amalia dalam upayanya memahami dunia anaknya yang mengalami kesulitan baca-tulis. Dimulai dari hubungan yang berjarak, kemudian Amalia dan Aqil memasuki puncak masalah di mana Amalia akhirnya mengetahui bahwa anaknya mengalami disleksia.
Disutradarai oleh Agus Makkie, film ini digarap dengan nuansa yang ramah anak, menyenangkan, tetapi tetap informatif. Dalam film ini juga diceritakan bahwa bukan si anak yang mengalami penyakit, hanya saja orang di sekitar si anak kurang memahami kondisi disleksia dan hanya mengejar ego mereka saja. Jadi, film ini lebih menitikberatkan pada bagaimana seharusnya hubungan orang tua dengan anak yang mengalami keadaan disleksia dijalin.
Film memiliki dampak yang luar biasa untuk menjadi sumber informasi dan pendidikan bagi masyarakat secara luas. Sadar atau tidak, pengetahuan yang dibawa oleh sebuah film dapat melekat di pikiran kita seperti sehabis membaca buku. Oleh karena itu, untuk memahami disleksia secara umum dan bagaimana seharusnya kita memperlakukan para penyandangnya, keempat film di atas dapat menjadi sumber informasi yang baik. Jadi, film mana yang kamu ingin tonton akhir pekan nanti,Socconians?
Tim Penulis
Hanif Abdul, Adithya Asprilla, dan Sepriandi.
Tim Editor
Hafiza Dina Islamy, Finda Rhosyana, dan Muhammad Azimi.
Review Medis
Ayu Siantoro, MSc
Sumber Tulisan
Daniel. M Gold. (2013). “Taking the Stigma Out of Dyslexia”. Diakses dari laman website nytimes.com pada 26 Januari 2020.
Dian. Reinis. Kumampung. (2016). “Film “Wonderful Life” Mengisahkan Disleksia dengan Ceria”. Diakses dari laman website kompas.com pada 27 Januari 2020.
Emilia. S Peck. (2018). Top Four Dyslexia Documentary Films. Diakses dari laman website reelrundown.com pada 25 Januari 2020.
Essays. UK. (2018). “Films As A Form Of Mass Media Media Essay”. Diakses dari laman website ukessays.com pada 25 Januari 2020.
IMDB. (2012). “Movies About Dyslexia”. Diakses dari laman website imdb.com pada 26 Januari 2020.
Lexi. Walters. Night. (2018). “9 Films That Feature Dyslexia”. Diakses dari laman website understood.org pada 25 Januari 2020.
Muskaan. Beriwal. (2016). “Films: A Medium of Mass Communication”. Diakses dari laman atg.world pada 27 Januari 2020.
Yudha. Manggala. P Putra. (2016). ““Wonderful Life”, Film Soal Penyandang Disleksia”. Diakses dari laman website republika.co.id pada 27 Januari 2020.
Коментари