Hi, Socconians!
Kita sering memiliki miskonsepsi tentang penderita disleksia mengenai tingkat kecerdasan mereka. Padahal, masalah mereka bukan pada aspek kecerdasan, melainkan kesulitan dalam proses baca tulis dan mengolah informasi. Mungkin kita tidak menyadari ada teman, kerabat, atau keluarga yang mengalami kondisi ini. Hal ini tidak jarang menyebabkan penderita disleksia mendapatkan perlakuan yang keliru. Oleh karena itu, kita butuh strategi khusus untuk mendeteksi dan menangani orang dengan disleksia agar dapat membantu mengatasi kesulitan mereka dengan baik dan benar.
Salah satu solusi untuk membantu keterbatasan orang dengan disleksia adalah penggunaan teknologi. Lewat penggunaan teknologi yang tepat guna, kita dapat membantu para penderita disleksia dengan efektif dan efisien. Adanya bantuan teknologi ini pun diharapkan dapat mendorong kita untuk lebih banyak meluangkan waktu dengan teman, kerabat, atau keluarga yang memiliki disleksia. Nah, Socconians, tahukah kamu, ada beberapa teknologi yang bisa kamu optimalkan untuk membantu penderita disleksia di sekitarmu? Berikut ulasannya!
Audiobook
Salah satu kesulitan paling besar yang dialami penderita disleksia adalah baca tulis. Mereka mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf terutama yang berbentuk sama seperti “b” dan “d”. Oleh sebab itu, teknologi satu ini sangat cocok untuk digunakan orang dengan disleksia dalam mengolah informasi dari sebuah artikel atau tulisan. Mereka dapat mengenali huruf dan kata-kata dengan bantuan audio book.
Kemudian, dengan teknologi text-to-speech yang terdapat pada audio book, penderita disleksia akan mudah mengenali kata per kata dengan stimulus suara. Audio book tidak hanya berperan sebagai teknologi penopang, tapi juga dapat memberikan akses kepada informasi-informasi yang lebih substantif dari sebuah tulisan. Dengan menggunakan audio book dalam proses mengenali huruf dan kata, orang dengan disleksia dapat mengimplementasikan di media lain tanpa bantuan audiobook lagi.
Speech Recognition
Teknologi speech recognition mampu mengubah ucapan seseorang ke dalam sebuah teks digital. Berbeda dengan audio book, lewat teknologi ini penderita disleksia diharapkan mampu mengenali kata-kata dengan terlebih dulu mengucapkannya. Selain itu, salah satu kendala penderita disleksia adalah ide-ide yang ada di kepala mereka yang sering kali lebih dulu hilang sebelum dapat dituliskan ke dalam sebuah kertas atau komputer. Oleh sebab itu, speech recognition bisa membantu menuangkan ide-ide dengan hanya mengucapkan kata-kata yang dipikirkan.
Optical Character Recognition (OCR)
Bagi penderita disleksia, perbedaan font dan warna dapat berdampak signifikan bagi mereka untuk mengenali sebuah objek. Hal ini dapat teratasi dengan mudah apabila objek tersebut ada pada sebuah perangkat elektronik seperti gawai. Nah, teknologi OCR dapat membantu penderita disleksia mengenali sebuah objek yang berwujud nyata di hadapan mereka seperti marka lalu lintas, kendaraan, dan sebagainya. Dengan hanya mengambil foto dari objek tersebut, teknologi ini akan memberikan nama dari objek tersebut dengan format audio. Untuk perangkat OCR yang lebih canggih, ia bahkan bisa memindai sebuah dokumen dan mengubahnya ke dalam bentuk audio. Sehingga, penderita disleksia dapat mengenali sebuah objek dengan bantuan audio yang dihasilkan.
Readvolution
Teknologi satu ini tergolong lebih mudah diakses dari segi biaya karena dapat diakses di perangkat ponsel pintar. Aplikasi ini dihasilkan oleh kerja sama salah satu legenda olahraga tenis, yaitu Andre Agassi, dengan Square Panda, sebuah perusahaan rintisan yang berfokus pada pengembangan teknologi untuk anak.
Di dalam aplikasi ini, penderita disleksia, terutama anak-anak, dapat menggunakan fitur pengenalan kosakata dan abjad. Kuncinya adalah dengan metode belajar yang interaktif dan menyenangkan. Dengan desain yang penuh warna, anak-anak dengan disleksia juga diharapkan jadi lebih rajin memanfaatkan aplikasi ini untuk belajar.
Seperti yang disebutkan di awal, memiliki disleksia bukan berarti tidak mampu belajar. Hanya saja, orang dengan disleksia perlu menggunakan metode khusus dan gaya belajar yang berbeda sesuai dengan tingkat kesulitan yang mereka alami. Setelah mengetahui teknologi-teknologi di atas, kami harap Socconians mampu memberikan pemahaman yang lebih baik kepada orang sekitar tentang bagaimana seharusnya penderita disleksia belajar dan mengatasi masalah mereka masing-masing.
Tim Penulis
Hanif Abdul, Adithya Asprilla, dan Sepriandi.
Tim Editor
Finda Rhosyana dan Muhammad Azimi.
Review Medis
Ayu Siantoro, MSc
Sumber Tulisan
Annabelle. Short. (2018). Tech Innovations That Help Students With Dyslexia in the Classroom. Diakses dari laman website ldrfa.org pada 3 Februari 2020.
Alistair. Robbie. (2017). How Speech Recognition Givers People With Dyslexia New Terms of Opportunity. Diakses dari laman website itproportal.com pada 3 Februari 2020.
Fernette. Eide. (2018). Three Technology Must-Do’s for Dyslexia at School. Diakses dari laman website dyslexicadvantage.com pada 3 Februari 2020.
Jay. Cochran. (2018). How Can Assistive Technology Support Dyslexia?. Diakses dari laman website dyslexic.com pada 3 Februari 2020.
Aldi. (2018). Legenda Tenis Ini Buat Teknologi untuk Bantu Berantas Disleksia. Diakses dari laman website technologue.id pada 3 Februari 2020.
Wahyu. Sudoyo. (2018). Andre Agassi Bikin Aplikasi untuk Penderita Disleksia. Diakses dari laman website telset.id pada 3 Februari 2020.
Comentarios